Dinamika ‘Al-Islam’ dan komentar dari pembaca
#AnalisisDagelan
***
Tak disangka, selembar Al-Islam selalu menjadi sakti manakala yang membaca sedang dalam keadaan patah hati. Ini sudah diakui oleh waktu dan dibuktikan keadaan. Tak perlu risau, karena sudah biasa, cukup hadapi dengan ringan saja. Dan tulisan kali ini hanyalah analisis dagelan yang berpura-pura sebagai penengah yang tapi akan masuk akal.
Jum’at (4/11) buletin Al-Islam mengeluarkan judul ‘Pepesan Kosong Pilkada Serentak’ yang berisi analisis hasil ramuan dari beragam data dan fakta, dan (seperti yang kita tebak) selalu diakhiri dengan seruan ‘wahai kaum muslim’ dengan ending bahwa khilafah adalah satu-satunya solusi. Ini tidak ada bedanya dengan kontinuitas gaya penulisan seperti biasanya, alur runut yang menjadi khas, dan topik-topik yang selalu kaya literasi. Namun na’as, nasib data akan selalu mentah dikalangan golongan putus cinta, dan benarlah jika saya menganut sabda mbah google:
“Hanya ada dua kemungkinan sebuah analisis ditolak. Pertama, analisis anda salah, kedua, jatuh ditangan remaja alay yang sedang patah hati sehingga terpaksa menjadi salah”
Kemudian munculah feedback yang macam-macam pasca Al-Islam edisi 783 tersebar. Tendensi perebutan kursi parpol memang menjadi sejarah yang paling mengharukan dalam peradaban bumi. Sejarah kelam yang lebih kelam pasca bangsa Viking menghentikan kekejaman, demokrasi telah jauh merekayasa beragam masalah dan membuat onar, ia berlindung dibalik gambling dan kepandiran.
Fakta rahasia bulletin Al Islam
Memang, Al Islam bukanlah Tempo dengan gaya penulisan saklek terstandar, namun saya menaruh perhatian pada bulletin yang hanya selembar ini sejak 4 tahun lalu, dan hingga kini selalu menjadi bahan rujukan untuk diskusi bahkan sekedar ngobrol di warung kopi.
Hingga kini ruang yang saya berikan terhadap bulletin Al-Islam masih tetap jembar, beberapa analisis sudah cukup membuat saya puas. Pernah suatu ketika analisis terkait konflik Yaman menuai kecaman yang pada akhirnya memang persis seperti apa yang dikatakan Al-Islam. Pernah suatu ketika analisis terkait jet rusia menuai kecaman yang pada akhirnya memang juga persisi seperti apa yang dikatakan Al-Islam. Pernah suatu ketika prediksi kejatuhan Mursi menuai kecaman yang pada akhirnya memang persis seperti apa yang dikatakan Al-Islam.
Dan fakta menarik terkait Al-Islam ini adalah bahwa Al-Islam akan booming dan semakin banyak dibaca manakala ada dikalangan pembaca sedang patah hati, lalu kebetulan membaca dan lantas berkomentar nyerocos karna linglung. Inilah yang sesungguhnya terjadi, bukan masalah analisis yang ada pada Al-Islam, ini lebih pada kondisi psikis pembaca. Karena bisa dibuktikan bahwa sejak dulu gaya penulisan Al-Islam adalah kolaborasi dari beragam data, dibenturkan dengan fakta dan diproses supaya muncul solusi Islam saja. Resep dapur yang sudah bukan rahasia ini, hingga jum’at kemarin telah melahirkan edisi ke-783. Luar biasa!
Saya berani pastikan bahwa keberlanjutan Al-Islam kedepan tidak akan termakan oleh tendensi yang macam-macam, ia tidak peduli terhadap komentar massa karena Al-Islam tidak punya kepentingan materil dibalik penulisannya. Sehingga analisis akan tetap berani dan tajam, ya, ini tentu akan mengusik siapa saja yang macam-macam terhadap kehidupan.
Para pembaca patah hati
Kita hendaknya lebih khawatir dan peduli terhadap para pemirsa media yang gelagapan dikoyak badai logika yang patah, dibanding pada aktivis dan politisi yang sudah jelas kanan-kirinya. Karena dari kekhawatiran kita yang mendalam ini akan lahir suatu bentuk tindakan untuk lebih mendidik dan membimbing, salah satunya dalam pemahaman terkait bagaimana demokrasi yang jahat dan bertentangan dengan Islam. Maka tugas kita dalam mendidik adalah melenyapkan mantra syirik dengan bunyi:
“kalau umat Islam tidak ikut gambling di pemilu, orang kafir akan jadi pemimpin”
“kita harus berupaya mewarnai parlemen dengan Islam”
Dan tentu akan muncul mantra syirik lain yang diperbaharui. Namun yang pasti, penekanannya adalah pada bagaimana kemungkinan perubahan akan muncul sementara bangunan sistemnya tetap dipertahankan. Sehingga jelas bahwa masalah yang pokok itu bukanlah warna. Kalau kita berasumsi tugas kita hanyalah mewarnai rumah, mengecat setiap sudut ruangan agar nyaman, sementara bangunan berpondasi roboh, apa gunanya?
Sekelumit contoh di atas hanyalah terkait alur logika yang patah yang jika dijadikan madzhab pergerakan akan menyebabkan patah hati, maka tulisan ini hanya guyonan untuk lebih menyapa dan gayeng lagi dalam berdiskusi. Saya berharap dipertemukan banyak pembaca Al-Islam yang sedang patah hati sehingga saya mampu mengobati lara dengan menghilangkan tendensi.…
Fanshurna Ya Allah…
Wallahu a’lam.
Penulis buku Gerakan Menolak Sembrono
Ukhuwah Yang Tercoreng
Hari ini, sebuah situs yang dulu mewakili partai politik islam di sebuah kawasan dan berubah haluan nama meskipun sebagian mengatakan ini merupakan kamuflase gerak. Mengangkat judul "Pepesan Kosong Hizbut Tahrir"
Lucu sekali, bila berhadapan dengan kami, mereka selalu mengatakan ukhuwwah akhi yang dijaga. Akhi, kita ini sesama muslim dsb. Padahal, isi al-islam itu tidak ada yang salah. Bukankah sesama muslim itu harus mengingatkan dalam kesabaran dan kebenaran?
Judul Al-Islam itu bukan tanpa sebab. Hari ini, banyak sekali aktivis islam, partai berbasis islam, yang tergelincir dan justru orang yang mereka dukung melakukan kemaksiatan. Lihatlah kasus Gubernur Sumatera Utara, yang harus berurusan dengan KPK karena secara sah dan meyakinkan melakukan aktivitas suap. Bagaimana pun naiknya Jokowi ke trah Presiden, tidak lepas dari sumbangsih perjuangan politiknya di Surakarta yang justru didukung oleh kubu partai islam yang saat itu pun berdampingan dengan non-muslim. Sehingga fatwa partai pun keluar tentang kebolehan memilih calon pemimpin daerah dari non-muslim.
Padahal, Allah SWT berfirman,
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi auliya dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)” (QS. Al Imran: 28)
Sebab di satu sisi, usaha yang dilakukan demi menjangkau perubahan dengan tegaknya syariah, tetaplah harus berada pada jalur yang benar. Jangan sampai calon yang didukung, saat bermasalah, seakan-akan kita mencuci tangan, tidak terlibat atas kasusnya. Bukankah secara nyata, dengan mendukungnya itu merupakan kejahatan dan kemaksiatan besar untuk mengantarkannya berlaku zalim dan korup.
Bila tulisan tersebut diupload demi upaya mendatangkan trafik pengunjung yang bertubi-tubi, sesungguhnya telah nyata, menjadikan sarana pemecah belah demi keuntungan semata-mata. Atau memang perlu dilakukan, seharusnya membuat buletin serupa. Sayangnya, gerakan islam atau partai-partai islam, membuat buletin jumat tidak konsisten untuk terbit. Biasanya terbit ketika jelang urusan perut dan kekuasaan belaka. Selebihnya, usianya tidak akan berlangsung lama.
Hizbut Tahrir, sebagai organisasi islam, tugasnya mengingatkan betapa Pilkada, merupakan jalan dalam demokrasi, untuk meyakinkan muslim, agar tetap berpegang teguh pada tali ajaran manusia dan berlepas diri dari tali agama Allah.
Sejatinya, seharusnya apa yang dikeluarkan Hizbut Tahrir dalam buletin al-islam itu merupakan bentuk gambaran kepada seluruh ummat islam, agar tetap berpegang teguh kepada aturan Allah SWT.
Akhukum,
Rizqi Awal