Alasan Mengapa Kita Menutupi Aib Orang Lain

tutup

Sebagai seorang perempuan tak sedikit jika bertemu perempuan lain yang dikatakan sebagai teman kumpul biasanya terbawa dalam perbincangan yang mengasyikkan, Perbincangan itu bahkan tak jarang terselip di antaranya rumpian yang membicarakan orang lain. Ada dampak negatif bagi para ibu jika hobi ngerumpi di antaranya mengikuti perkembangan tentang aib orang lain, jika aib yang dikatakan benar, disebut menggunjing atau gibah, dan disebut fitnah jika yang dikatakan  tidak benar.

Coba kita tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, bagaimana rasanya apabila kita digunjingkan/digibah? Pastinya, tidak akan ada seorang pun yang mau aibnya  terbuka.  Dan pastinya, tidak ada seorang pun yang senang bila di gibah/gunjingkan. 

Dan malah biasanya, ada yang di antara kita yang akan bereaksi marah, apabila mendapati kenyataan dirinya di gunjingkan orang lain. Karena itulah agama islam melarang gibah, menggunjing (membicarakan aib orang lain)  apalagi, memfitnah.

Sebagaimana firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.Al Hujurat [49] ayat 12

Kita harus akui dengan jujur, bahwa ada dari kita yang kadang dalam menyampaikan sesuatu, suka melebih-lebihkan/menambah-nambahkan, entah kenapa, sehingga jarang sekali, kita bisa menyampaikan sesuatu dengan pas, tidak ditambah-tambahkan dan tidak dikurangi.  Dalam kaitan dengan gibah, kalau aib orang yang kita bicarakan itu benar, maka itu disebut gibah. Namun seringkali gibah berkembang menjadi sebuah fitnah, karena kebiasaan kita yang suka melebih-lebihkan, menambah-nambahkan omongan. Ketahuilah, omongan yang kita tambah-tambahkan atau lebih-lebihkan itulah, yang termasuk fitnah.

Disebut pula dalam satu hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab para sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata Nabi saw: “engkau membicarakan saudaramu tentang apa yang tidak disukainya. Kata para sahabat: Bagaimana jika pada diri saudara kami itu benar ada hal yang dibicarakan itu? Jawab Nabi SAW: Jika apa yang kamu bicarakan benar-benar ada padanya maka kamu telah mengghibah-nya, dan jika apa yang kamu bicarakan tidak ada padanya maka kamu telah membuat kedustaan atasnya.”(HR Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)

Nah, sudah selayaknya kita sebagai sesama muslim saling menutupi aib saudara kita, “Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya sesama muslim, maka Allah SWT akan membelanya dari neraka kelak di hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi 1932, Ahmad 6/450)

Tidak dapat dipungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap seseorang yang difitnah, tapi juga terhadap masyarakat luas. Di tanah air kita, seringkali terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu domba. Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, hingga oleh Islam dikategorikannya sebagai perbuatan lebih kejam dari pembunuhan.

Bahkan, Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dalam sabdanya, ”Tidak akan masuk surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).” (HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi)