Oleh : Anna Nur F
(Ibu Rumah Tangga, Domestic Jannah)
Hapeku bermelodi. Sebuah sms datang dari seorang teman kerja, ” aku
bener-bener sebel dengan suamiku. Mas Im sering melarangku BBMan sama
teman-teman kuliahku. Apalagi sama yang cowok. Padahal itu obat kangenku
dengan mereka. Mengenang masa-masa indah dulu. Mas Im sendiri sering
BBM an, SMS an sama cewek-cewek. Aku gak suka pun, cuek saja…jalan
terus. Katanya alasannya benar dan gak macam-macam. Sama saja menuduhku
macam-macam dong. Apa emang begini derita istri, mo komunikasi dengan
pria lain mesti izin suami. Giliran suami berhubungan dengan cewek siapa
saja istri juga gak diberitahu. Sebel gueeee. Mesti gimana gue??? Gak
adil.” Kecut aku membacanya. Aku paham apa yang dirasakan sahabatku itu.
Tapi aku juga mengerti sekali dengan tindakan suaminya.
Membahas tentang cemburu, sama seperti membahas tentang cinta.
Rumusnya sebenarnya simpel, jika cinta karena Alloh cemburunya pun
karena Alloh. Tapi jika cinta karena hawanafsu, maka cemburunya pun
karena hawanafsu. Cinta karena Alloh adalah cinta sebab ada pada
seseorang sifat dan perilaku yang dicintai Alloh. Dan yang pasti Alloh
hanya mencintai sifat dan perilaku yang menaati secara mutlak seluruh
perintahNya dan menjauhi laranganNya. Pun, saat ujian menyapa.
Apa sebenarnya cemburu itu? Banyak yang pernah merasakan tapi masih
susah saat mendefinisikan. Pengertian paling sederhana adalah rasa
tidak suka karena sikap dan perbuatan pasangan dengan orang lain.
Ketika suami berjalan, berboncengan berduaan dengan wanita ajnabi,
seorang istri sholihah pasti cemburu. Istri sholihah pun akan cemburu
ketika didapati suaminya tengah asyik bersms, berbbm, berfesbuk ria
dengan wanita asing. Ini cemburu yang benar, cemburu karena Alloh pun
cemburu dengan perilaku seorang suami seperti itu. Mungkin bagi sebagian
orang biasa, bukan masalah, tapi tidak bagi wanita sholihah. Islam
telah mengatur sedemikian rupa bagaimana interaksi antar lawan jenis,
sekalipun di dunia maya. Islam melarang berdua-duaan karena yang
ketiganya adalah setan. Islam pun mengajarkan interaksi pria wanita
hanya dalam tiga hal, pengobatan, pendidikan dan jual beli. Itupun masih
lebih afdol dilakukan sesama jenis, kecuali sikon tak memungkinkan.
Bagaimana cemburunya orang yang berpacaran? Tak perlu dibahas, karena
hubungan mereka pun terlarang di mata Alloh. Jadi pasti cemburunya pun
cemburu yang tidak pada tempatnya.
Cemburu, sebuah rasa yang Alloh hadirkan sebagai suatu bentuk ujian
pada manusia. Sama seperti cinta, sakit, dan luka. Dan yang namanya
perasaan pasti berada di bawah kendali manusia. Memilih untuk diikuti,
berarti cemburu yang menguasai kita, atau memilih untuk dikelola yang
berarti cemburu berada di bawah kekuasaan kita.
Sejatinya ada dua jenis cemburu, yaitu cemburu yang Alloh sukai dan
yang tidak Alloh sukai. Rasulullah bersabda: “Rasa cemburu ada yang
disukai Allah dan ada pula yang tidak disukai-Nya. Kecemburuan yang
disukai Allah adalah yang disertai alasan yang benar. Sedangkan yang
dibenci ialah yang tidak disertai alasan yang benar (cemburu
buta).” (HR. Abu Daud).
Alasan yang benar disini misalnya adalah karena pasangan melakukan
pelanggaran syariat sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits berikut:
Sa’ad bin Ubadah ra berkata: “Seandainya aku melihat seorang pria
bersama istriku, niscaya aku akan menebas pria itu dengan pedang.” Nabi
saw bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad?
Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih cemburu
daripadaku” (HR Bukhari Muslim).
Bisa juga karena pasangan tidak memperhatikan hak-hak suami atau
istrinya. Seperti yang melanda banyak orang di era serba digital seperti
sekarang ini, yang memunculkan istilah, ” yang jauh semakin dekat, yang
dekat menjadi jauh.” Misal, istri yang lebih mengutamakan melayani sms,
bbm pria lain daripada memanfaatkan waktu memperhatikan suaminya. Atau
suami yang lebih suka memilih membangunkan wanita lain untuk tahajud dan
sahur daripada memperhatikan istrinya. Atau suami lebih memilih
mengirim sms nasihat agama pada wanita yang bukan istrinya. Sekalipun
ada hak suami untuk taaruf lagi, bukan berarti hak istri boleh
diabaikan. Apalagi bila interaksi antar lawan jenis sudah bukan dalam
koridor taaruf dan di luar tiga hal yang dibolehkan syara, seperti
saling menanyakan kabar, minta didoakan, minta dibawakan oleh-oleh dan
semisalnya.
Contoh lain mudah sekali didapati ketika kita menengok Internet.
Seseorang yang pemalu di dunia nyata, bisa menjadi tidak tahu malu di
dumay. Seorang wanita seolah “gatal” untuk tidak koment, menanggapi
status atau twit ustadz idolanya, pada saat ada juga Ustadzah atau
wanita lain yang sebenarnya bisa ditanya dan dijadikan tempat
konsultasi. Atau seorang pria juga “gatal” untuk tidak nimbrung obrolan
khusus para wanita. Ada kebanggaan berhasil berinteraksi dengan mereka
yang di dunia nyata tak terjangkau. Bukan bersuudzon, tapi sesungguhnya
sikap kehati-hatian lebih utama. Apalagi fakta telah bicara berapa
banyak kasus perselingkuhan, main hati dan main api terjadi akibat
interaksi antar lawan jenis di dumay (FB dkk).
“Sesungguhnya Allah cemburu, orang beriman cemburu, dan cemburuNya
Allah jika seorang Mu’min melakukan apa yang Allah haramkan atasnya”
(HR. Imam Ahmad, al-Bukhari dan Muslim).
Jadi cemburu sesungguhnya adalah perasaan yang dianugerahkan Alloh.
Wajar bahkan wajib dimiliki untuk alasan yang dibenarkan. Ini berarti
cemburu harus dimanaj sedemikian rupa agar proporsional dan tidak
mengotori hati, apalagi mengarah pada pelanggaran syariat. Pada perilaku
dosa dan mendatangkan murka Alloh. Betapa berbahayanya bila cemburu
buta terjadi. Tak lagi si pencemburu buta takut pada Alloh. Tak peduli
lagi ia pada dosa. Tak malu ia melakukan tindakan apa saja, sekalipun
menyebarkan aibnya sendiri. Hawa nafsu yang terus diperturutkan dapat
melupakan banyak hal, termasuk kehormatan diri dan keluarganya.
Di Samarinda, Kalimantan Timur seorang istri yang cemburu membakar
suaminya hingga tewas (06/03/2013). Di Tasikmalaya, seorang pemuda nekat
membunuh seorang janda mantan kekasihnya yang dicemburuinya
(20/02/2013). Warga Desa Mojokerto cemburu dan gelap mata hingga
akhirnya membacok seorang pria setelah melihat isi sms mesra istrinya
dengan pria tersebut (08/03/2013).
Rosulullah sendiri tidak akan membiarkan jika cemburu itu mendorong
perbuatan yang diharamkan seperti mengghibah. Aisyah berkata, “Wahai
Rasulullah, cukup bagimu Shafiyyah, dia itu begini dan begitu
(pendek)”. Rasulullah berkata: “Sungguh engkau telah mengucapkan satu
kata, yang seandainya dicampur dengan air laut, niscaya akan dapat
mencemarinya” (HR Abu Dawud).
Ketika mendapatkan Shafiyyah menangis Nabi bertanya, “Apa yang
membuatmu menangis?.” Shafiyyah menjawab, “Hafshah mencelaku dengan
mengatakan aku putri Yahudi”. Nabi berkata menghiburnya, “Sesungguhnya
engkau adalah putri seorang nabi, pamanmu adalah seorang nabi, dan
engkau adalah istri seorang nabi. Lalu bagaimana dia membanggakan
dirinya terhadapmu?”. Kemudian beliau menasihati, “Bertakwalah kepada
Allah, wahai Hafshah” (HR An Nasa’i).
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari perasaan cemburu buta :
1. Selalu mengikatkan hati, lisan dan perbuatan pada aturan Alloh.
Ucapkan hanya kalimat-kalimat yang baik pada pasangan sekalipun sedang
cemburu, sebab ucapan pun adalah doa. Hindari dari lisan yang mencaci
maki, menghujat apalagi menghinakan, karena pasti akan menyakiti hati
pasangan.
2. Perbanyaklah berdzikir untuk menenangkan hati. Sibukkan diri
dengan membaca alquran, dan kalimah dzikrulloh yang dituntunkan seperti
subhanalloh alhamdulillah laa illaha illalloh Allohu Akbar.
3. Memilih sabar dalam mengendalikan cemburu. Sesungguhnya sabar adalah penolong dan memiliki pahala tanpa batas.
4. Berdoa memohon pertolongan Alloh SWT dan membasahi hati serta
lisan dengan istighfar. Pahami bahwa tanpa Alloh, kita tak punya daya
apa-apa.
5. Selalu mengingat mati. Ini akan menjaga kita dari memilih perbuatan dosa dan mendholimi pasangan.
6. Bersikap qona’ah, menerima segala ketentuan Alloh dengan lapang dada. Cemburulah hanya jika Alloh pun cemburu.
7. Bersyukur pada pasangan. Ingatlah segala kebaikannya dan maafkan
kekhilafannya yang tidak disengaja. Sadari seutuhnya pasangan pun
manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan.
8. Membangun kepercayaan dan keterbukaan dengan pasangan. Panggillah
pasangan dengan kata-kata yang indah dan penuh cinta, seperti rosululloh
memanggil humaira pada ibunda Aisyah.
9. Jauhi sifat dan perilaku dendam, apalagi dengan memanfaatkan
kelembutan dan kebaikan hati pasangan. Jauhi mengandalkan bisikan setan
seperti ini, “Sedendam apapun aku, sedholim apapun aku….suatu saat
nanti, beberapa tahun lagi…ia pasti akan memaafkanku dan membuka pintu
hati untukku…karena cintanya padaku..selalu ada cara ia tak bisa
melupakanku….ia akan kembali padaku.” Hemm sayang kita hidup di dunia
nyata, bukan sinetron. Jadi berhentilah bermimpi dan berangan-angan.
10. Jadilah manusia yang kuat, yang mampu menundukkan diri sendiri.
Sederas apapun angin menerpa, sekuat apapun tekanan menghujam, sebesar
apapun badai dan gelombang menghantam jangan pernah bawa dan
menceritakan masalah pribadi dan pasangan pada orang lain, dunia luar
yang sejatinya tak tahu apa-apa tentang kehidupan kita. Kita adalah
pakaian bagi pasangan. Menyebarkan aib pasangan sama saja dengan
mempertontonkan aib diri sendiri. Jangan salahkan siapapun jika suatu
saat nanti bisa menusuk balik pada diri kita. Ingatlah sebuah
peribahasa, “mulutmu adalah harimaumu..” mulut kita sendiri yang justru
akan menerkam diri.
11. Senantiasa melakukan introspeksi diri. Jujurlah untuk menilai
diri sendiri dengan patokan hukum syara. Katakan benar jika memang
benar, dan berbesar hatilah mengakui jika memang salah. Jangan pernah
menjadikan orang lain sebagai kambing hitam atas pilihan perbuatan kita,
atas apa yang terjadi pada kita atau atas maksiat/ketidaktaatan yang
pernah kita lakukan. Ali bin Abu Tholib menasihati, ” kalau lupa dengan
kesalahan diri, maka kesalahan orang lain akan lebih besar terlihat.”
Wallohu’alam [eramuslim]