Untuk Satinah Mengeluh, Tapi Harga Pesawat Presiden Rp 847 Miliar
JAKARTA, Pesawat baru untuk operasional presiden RI, Boeing Business Jet 2 (BBJ2), telah tiba di Jakarta, Kamis (10/4/2014). Selama ini, belum diketahui berapa harga pesawat tersebut. Informasi angka yang beredar berbeda-beda. Sebenarnya, berapa uang negara yang keluar untuk membeli pesawat itu?
"Harga sekitar Rp 840 miliar," kata Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi kepada wartawan di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis.
Berdasarkan rilis yang diterima wartawan, harga satu unit pesawat tersebut, yakni 89,6 juta dollar AS atau dalam kurs rupiah Rp 847 miliar. Harga itu sudah termasuk fabrikasi, modifikasi interior, dan modifikasi lainnya yang diperlukan.
Meski harga pesawat relatif mahal, Sudi menyatakan, membeli pesawat baru lebih menghemat anggaran negara dibandingkan menyewa pesawat komersial. Selama ini, pemerintah menyewa pesawat milik Garuda Indonesia untuk operasional Presiden.
"Perhitungan yang dilakukan dengan cermat oleh pemerintah, penghematan anggaran negara, selama masa pakai pesawat ini di kisaran beberapa tahun ke depan adalah Rp 114,2 miliar," ujar Sudi.
Selain itu, tambah Sudi, dengan tidak bergantung lagi pada pesawat komersial, maka tidak akan lagi ada gangguan jadwal dan kinerja maskapai penerbangan.
"Selama ini perusahaan penerbangan harus mengatur ulang jadwal penerbangan apabila ada tugas-tugas kenegaraan yang mengharuskan menggunakan pesawat (komersial) bagi perjalanan dinas presiden," jelas Sudi.[kompas.com]
Sementara itu Presiden Mengeluh Untuk Diat Satinah TKI di Arab Saudi Yang Di Hukum Pancung.
Satinah, TKI asal Jawa Tengah yang bekerja di Arab Saudi terancam dihukum pancung setelah melakukan pembunuhan terhadap majikannya. Meski pembunuhan berlatar belakang karena Satinah sudah tak kuat lagi dianiaya oleh majikannya tersebut, tetapi hukum harus ditegakkan.
Ahli waris majikan Satinah bisa memberi maaf, tetapi dengan syarat pihak Satinah harus memberi diat atau uang darah sebesar Rp 25 miliar. Pemerintah Indonesia selaku negara asal Satinah menawar menjadi Rp 14 miliar, tetapi belum ada jawaban dari pihak ahli waris.
Meski berusaha untuk membebaskan Satinah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluh atas pengeluaran besar tersebut.
Berikut empat keluhan SBY negara tanggung diat TKI Satinah:
1. Belum kalau harus membayar tebusan
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menyarankan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
jangan melakukan kejahatan besar di negeri orang. Pemerintah terus
mencari pengampunan dan pembebasan serta tebusan uang dari kejahatan
yang dilakukan.
2. Apakah negara harus menanggung terus?
Presiden SBY mengatakan
jika yang melakukan kejahatan saudara kita sendiri juga akan
mendapatkan hukuman setimpal di Indonesia. Sedangkan para TKI yang
bekerja di luar negeri terus mendapatkan pengampunan. Inilah yang
menurut SBY harus dibicarakan baik-baik.
3. Harus bekerja keras untuk bebaskan TKI dari hukuman
Dalam
kasus Satinah, TKI yang bekerja di Arab Saudi itu membunuh majikannya
lantaran terus dianiaya. Satinah divonis hukuman pancung di Pengadilan
Saudi Arabia. Namun, pemerintah Indonesia mengupayakan agar tidak
dihukum pancung yakni dengan membayar diyat (tebusan) yang diminta
keluarga korban hingga Rp 25-26 miliar.
"Kalau hal-hal ini terus terjadi, supaya negara, rakyat paham dan keadilan tegak bagi semua saudara di luar negeri dan dalam negeri," pungkasnya.
4. Satinah melakukan pelanggaran hukum
Presiden SBY menyebutkan,
kasus TKI ini menjadi isu yang sangat sensitif bagi masyarakat
Indonesia. Masyarakat seolah menggeneralisir jika TKI selalu dianggap
tidak bersalah.
Namun dalam kasus Satinah ini, SBY harap masyarakat mengerti. Satinah melakukan perbuatan yang melanggar hukum, bukan penganiayaan dan tidak mendapat hak-haknya sebagai TKI. Menurut SBY, itu dua hal yang berbeda.
"Saya mengerti jika masyarakat marah, tapi terkadang mereka tidak mengerti. Jika dijatuhkan hukuman, seolah-olah mereka tidak bersalah," ujar SBY. (Dedi Rahmadi/merdeka.com/bh).